Rabu, 10 September 2025

Sepakbola Bukan Sekadar Olahraga

 Al-Zaytun Tempa Karakter Pelajar di Lapangan Hijau

Oleh : Akbar Kurnia | Sabtu, 23 Agustus 2025

Indramayu, 23 Agustus 2025 – Bagi sebagian orang, sepakbola hanyalah olahraga yang menghibur. Namun di Pesantren Ma’had Al-Zaytun, sepakbola memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Setiap kali bola digulirkan di lapangan hijau, bukan hanya keterampilan fisik yang dilatih, melainkan juga pembentukan mental, kedisiplinan, dan nilai-nilai karakter yang akan melekat sepanjang hidup pelajar. 


Sebagai pesantren terbesar di Asia Tenggara, Al-Zaytun dikenal memiliki sarana dan prasarana pendidikan serta olahraga yang sangat lengkap. Untuk cabang sepakbola saja, pesantren ini memiliki enam lapangan sepakbola: lima di antaranya digunakan khusus untuk latihan harian pelajar, sementara satu stadion megah bernama Palagan Agung menjadi pusat pertandingan resmi. Stadion ini berkapasitas 6.000 penonton dan dibangun dengan standar nasional, lengkap dengan tribun, ruang ganti pemain, serta fasilitas pendukung lainnya yang membuat suasana pertandingan semakin hidup dan profesional. Dengan kualitas tersebut, Stadion Palagan Agung tak hanya digunakan untuk laga internal pelajar, tetapi juga layak menggelar pertandingan resmi tingkat regional maupun nasional.

Abi Lili, sang pelatih, selalu menekankan bahwa kekuatan sejati seorang pelajar bukan hanya terletak pada fisiknya, melainkan pada ketangguhan mental dan kesabaran hati. Nilai-nilai tersebut semakin terasa kuat ketika didukung oleh pengalaman nyata para pelajar. Seorang pelajar kelas 12 misalnya, mengaku bahwa melalui sepakbola ia belajar banyak hal tentang keberanian, kepercayaan diri, dan semangat kerja sama. “Dulu saya sering minder, tapi lewat sepakbola saya belajar berani, bekerja sama, dan pantang menyerah. Sekarang saya merasa lebih kuat, bukan hanya fisik tetapi juga mental,” ujarnya.

Kepedulian terhadap pengembangan potensi pelajar tidak lepas dari perhatian pimpinan Pesantren Ma’had Al-Zaytun, Syaykh Abdusalam Rasyidi Panji Gumilang. Beliau senantiasa memberikan dukungan penuh dengan menyediakan sarana olahraga yang memadai serta menciptakan wadah yang luas bagi para pelajar untuk mengembangkan bakatnya. Bagi Syaykh Panji Gumilang, setiap pelajar memiliki potensi unik yang perlu diarahkan. Sepakbola hanyalah salah satu jalannya—dengan tujuan agar para pelajar tumbuh menjadi pribadi yang sehat jasmani, kuat mental, dan mulia akhlak.


Di balik semangat pelajar, ada sosok pelatih yang selalu menjadi panutan, yaitu Coach Sularno, atau yang lebih akrab disapa pelajar dengan panggilan Abi Lili. Dengan pengalaman dan dedikasinya, ia bukan hanya mengajarkan teknik sepakbola, tetapi juga mendidik pelajar untuk tumbuh menjadi pribadi yang tangguh. Abi Lili dikenal dengan gaya melatih yang tegas namun penuh kasih sayang. Ia mampu menyeimbangkan antara kedisiplinan dan suasana yang menyenangkan. 

Bagi pelajar, setiap nasihat Abi Lili di lapangan bukan sekadar instruksi olahraga, tetapi juga pelajaran hidup yang berharga. Latihan sepakbola di Pesantren Ma’had Al-Zaytun bukan hanya melatih keterampilan teknis semata, melainkan juga sarana penting dalam membangun karakter para pelajar. Setiap sesi latihan dimulai dengan disiplin waktu—para pelajar diwajibkan hadir tepat pukul 15.30 WIB. Dari sini, mereka belajar arti kedisiplinan, sebuah nilai yang sangat penting untuk diterapkan tidak hanya di lapangan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Selain disiplin, kerja sama tim menjadi pelajaran berharga yang selalu ditekankan. Sepakbola tidak bisa dimainkan secara individual; setiap pemain harus saling memahami peran masing-masing, berkomunikasi dengan baik, dan bekerja sama demi tujuan bersama. Nilai inilah yang menjadikan para pelajar terbiasa untuk menumbuhkan kebersamaan dan saling percaya. 

Tidak kalah pentingnya adalah sportivitas. Dalam setiap pertandingan latihan, pelajar dibiasakan untuk menghargai lawan, mematuhi aturan permainan, dan menerima hasil dengan lapang dada. Menang atau kalah bukanlah tujuan utama, melainkan bagaimana mereka mampu menjaga sikap rendah hati, tidak sombong ketika menang, dan tidak putus asa ketika kalah. Dari sinilah muncul semangat pantang menyerah. Bola yang terus bergulir menjadi simbol perjuangan hidup: tidak ada alasan untuk berhenti sebelum peluit panjang berbunyi.

Keseluruhan pengalaman ini menjadikan lapangan hijau ibarat madrasah terbuka. Setiap keringat yang menetes, setiap gol yang tercipta, dan bahkan setiap kekalahan yang dialami adalah pelajaran hidup yang tak ternilai. Filosofi sepakbola pun berpadu indah dengan nilai-nilai Islam—tentang kesabaran, ukhuwah, dan keikhlasan sehingga sepakbola di Al-Zaytun benar-benar menjadi media pendidikan karakter yang menyeluruh. Rasulullah SAW sendiri menganjurkan umatnya untuk berolahraga, baik berkuda, berenang, maupun memanah. Semangat olahraga adalah bagian dari menjaga kesehatan dan menguatkan fisik untuk ibadah. Di lapangan, pelajar belajar arti kesabaran ketika menunggu peluang, belajar tawakal ketika hasil tak sesuai harapan, serta belajar syukur ketika mendapat kemenangan. Filosofi inilah yang membuat sepakbola di Al-Zaytun terasa unik—bukan sekadar olahraga, melainkan ibadah dan pendidikan jiwa.

Menariknya, banyak alumni Al-Zaytun yang sebelumnya mengikuti cabang olahraga sepakbola kini telah berhasil menembus dunia profesional. Beberapa di antaranya bergabung dengan klub-klub besar di Liga 1, Liga 2, hingga Liga 3 Indonesia, menunjukkan bahwa pembinaan di Al-Zaytun mampu melahirkan talenta sepakbola berkualitas. Tidak hanya sebagai pemain, sejumlah alumni juga telah berkarier sebagai wasit nasional dan internasional yang memimpin pertandingan resmi di berbagai kompetisi bergengsi di Indonesia maupun dunia. Prestasi ini menjadi bukti bahwa sepakbola di Al-Zaytun tidak hanya berfokus pada internal pesantren, tetapi juga membuka jalan bagi pelajar untuk berkiprah di tingkat nasional.


Pesantren Al-Zaytun memiliki visi besar untuk mencetak pelajar yang sehat jasmani, cerdas
intelektual, dan mulia akhlaknya. Program olahraga, khususnya sepakbola, akan terus dikembangkan. Ke depan, tidak menutup kemungkinan lahirnya tim sepakbola pelajar yang bisa berprestasi di tingkat daerah maupun nasional. Lebih dari itu, harapan utama pesantren adalah pelajar yang terbiasa dengan nilai disiplin dan kerja keras di lapangan, dapat mengaplikasikannya di kehidupan nyata, di masyarakat, dan di dunia kerja.

Baik di Lapangan Medan Satria Witarama maupun di Stadion Palagan Agung yang berstandar nasional, pelajar Al-Zaytun ditempa bukan hanya menjadi pemain bola, tetapi juga manusia yang berkarakter kuat. Dengan pembinaan yang konsisten, dukungan pelatih yang berdedikasi, serta kepedulian Syaykh Panji Gumilang yang senantiasa memberikan wadah bagi pengembangan bakat, Al-Zaytun menunjukkan bahwa sepakbola bukan hanya soal mengejar bola di lapangan, melainkan juga soal bagaimana menyiapkan generasi masa depan yang sehat, rendah hati, dan siap memberi manfaat bagi bangsa dan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar